Jogja, (klikjogja.com) -- Gelanggang Inovasi dan Kreativitas Universitas Gadjah Mada (GIK UGM) sukses menyelenggarakan 'The Life of Butoh' pada 4-8 September 2024 kemarin. Menghadirkan kolaborasi internasional, seniman Butoh dari Indonesia dan Jepang tampil melalui berbagai format, termasuk live performance, tari kontemporer, pemutaran film, pameran poster, dan talkshow. Pertunjukan tersebut sukses pukau penonton setelah 15 tahun lalu acara serupa ini terselenggara.
Chief Program Officer GIK UGM, Garin Nugroho mengatakan, acara ini merupakan upaya uji coba persiapan GIK UGM sebagai ruang publik. 'The Life of Butoh' dipilih sebagai respons terhadap minat global terhadap seni yang menggugat konsep tubuh.
"Diciptakan pada era 1950-an, bersamaan dengan perkembangan seni avant-garde di Eropa, Butoh muncul sebagai bentuk seni yang menantang pemahaman konvensional tentang tubuh dan telah menarik perhatian dunia dengan cara yang unik dan provokatif,” katanya, Senin (9/9/2024).
Sementara Head of Community & Experience GIK UGM, Bambang Paningron menegaskan, kekuatan Butoh sebagai media ekspresi yang memungkinkan eksplorasi gagasan secara mendalam dalam bentuk yang abstrak.
“Butoh menawarkan pandangan baru dalam seni pertunjukan dan terus mengalami metamorfosis mengikuti perkembangan zaman,” terangnya.
Pada hari pertama, 'The Life of Butoh' dimulai dengan penampilan dari Fitri Setyaningsih, kemudian disusul Jun Amanto, seniman Butoh asal Jepang yang membawakan pertunjukan tentang interaksi antara laki-laki dan perempuan. Selanjutnya, aksi Mugiyono Kasido dari Indonesia mempersembahkan karya 'Bayu Angkasa' yang menggabungkan alat musik khas Banyumasan dengan elemen cerita Mahabharata dalam eksplorasi nafas kehidupan.
Kemudian ada penampilan Neiro dan Mutsumi Yamamoto dari Jepang yang menakjubkan. Pertunjukan hari pertama itu ditutup oleh Rianto, yang mengkolaborasikan kesenian Jawa dengan Butoh untuk menggambarkan perjalanan tubuh.
Sementara hari kedua menampilkan penampilan dari Rina Takahashi, Broto Wijayanto, Anter Asmotorotedjo, Minoru Hideshima, dan Endy Baroque. Rina Takahashi menyuguhkan pertunjukan tradisional Jepang, sedangkan Broto Wijayanto mempersembahkan 'Mong Mong Mong Mong' yang melibatkan seniman difabel dalam karya tersebut.
Anter Asmotorotedjo mengeksplorasi tema manusia terperangkap dalam lingkaran tak berujung dan Minoru Hideshima, sebagai generasi pertama Butoh, menampilkan karya tentang murid yang tidak pernah tersenyum.
Pameran poster Butoh tersaji apik dengan memberikan pengunjung edukasi mendalam tentang sejarah dan perkembangan Butoh. Pameran ini juga menghadirkan dokumentasi dari pertunjukan Butoh tahun 2009 di Yogyakarta.
'The Life of Butoh' merupakan sebuah bagian dari program GIK UGM yang disusun dari September hingga Desember 2024. Seluruh program di GIK UGM mengintegrasikan ilmu pengetahuan, estetika (seni budaya) dan teknologi. Sinergi antara ketiga aspek ini akan lebih optimal jika diapresiasi oleh mahasiswa, pelajar, dan masyarakat umum. Acara ini juga meninggalkan kesan mendalam bagi performer, pengunjung, dan para pegiat seni.
Mila Rosinta, seniman tari dari Yogyakarta, memuji kolaborasi ini sebagai kesempatan untuk memperluas pemahaman tentang Butoh dan berharap acara serupa dapat berlangsung setiap tahun.
"Pertunjukan 'The Life of Butoh' telah berhasil menghadirkan pengalaman yang kaya dan beragam, memperkuat dialog budaya antara Jepang dan Indonesia serta memperkaya lanskap seni pertunjukan di Yogyakarta, " ungkap Mila.(*)
0 Komentar